JOHN PERKINS, INDONESIA, DAN TERORISME

|

”Tugas utama saya adalah membuat kesepakatan dengan jalan memberikan pinjaman ke negara lain, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Salah satunya adalah pinjaman 1 miliar dolar AS kepada negara-negara seperti Indonesia atau Ekuador”.
    John Perkins, 2005   

Begitulah adanya, itulah kebenarannya. Negeri kita adalah korban dari proyek rampokisasi sumber daya alam EHM (Economic Hit Man). Dalam bukunya Perkins mengatakan bahwa Indonesia adalah satu korban.  Tentu saja ini tidak berjalan begitu saja, mesti ada ‘jalan’ yang melancarkan aksi EHM di negeri ini. Dia mengatakan bahwa ada beberapa cara yang digunakan untuk melancarkan ‘acara’ perampokannya. Lebih jauh dia mengatakan, “Berbagai cara dilakukan untuk itu, seperti dengan menyuap para pejabat terkait, perangkap seks, sampai pembunuhan tokoh”.

Dalam konteks Indonesia, Perkins dan dua kawannya sesama preman ekonomi pernah datang ke Indonesia. 1970-an. Di Indonesia, ia sempat tinggal selama tiga bulan dan menginap di Hotel InterContinental, Jakarta. Bersama tiga kawannya sesama EHM, ia mengumpulkan data mengenai megaproyek kelistrikan Jawa. Mungkin saja salah satu, atau bahkan semua cara tadi, yaitu menyuap para pejabat terkait, perangkap seks, sampai pembunuhan tokoh, sudah pernah dan sukses diterapkan di Indonesia. Jika demikian adanya, maka wajar jika kini muncul ide konyol unbundling PLN.

Inilah perampokan sebenarnya, mega perampokan sistematis yang tak disadari. Bahkan tentu saja lebih kejam dan sadis dari pada para perampok CIMB Niaga. Sayangnya media, entah kenapa, lebih suka mengekspos habis-habisan perampokan CIMB Niaga, dari pada rampokisasi SDA kita. Padahal jika perampok CIMB Niaga kemudian diberikan label teroris, maka harusnya demikian juga pada perusahaan asing berserta CEO-nya, pemerintah yang turut serta melancarkan –atau mungkin pelakunya sekaligus-  dalam acara rampokisasai SDA, dan para politikus di gedung bundar yang terlibat atau yang mendukung program cerdas rampokisasi , harusnya diberikan juga gelar TERORIS. Bahkan bisa jadi super teroris, karena secara pasti telah menteror rakyat negeri ini dengan kematian, kemelataran dan kemiskinan yang mengenaskan, kebodohan yang berkembang dengan bagus akibat super mahalnya pendidikan, kerusakan moral yang merekah karena diberikannya sarana–sarana pemenuh birahi. Dan jumlah korban dari rampokisasi SDA ini tentu saja jauh jauh lebih banyak dari sekedar perampokan CIMB Niaga.
Hidup terorisme kini, mati negeri kami. John perkins telah ’bertaubat’ dan mengakui kesalahannya. Bagaimana dengan kita, sudahkah mengakui kesalahan kita? Atau jangan-jangan tidak sadar kalau kita salah!
Tiada kemuliaan tanpa Islam, takkan tegak Islam tanpa Syariah, so Terapkah SYARIAH!

 

©2009 My Perspective | Template Blue by TNB