ISLAM, KITA TELAH BEGITU BANYAK MENUNTUT

|



"Sesungguhnya Islam meminta dari diri anda: waktu terbaik, harta terbanyak, dan usia emas remaja anda. Sesungguhnya Islam meminta diri Anda seluruhnya"
(DR Najih Ibrahim, 2009)

Kita menginginkan banyak hal. Dan sebagian besar dari keinginan itu hampir pasti, atau bahkan dapat dipastikan merupakan hal yang menyenangkan. Kita menginginkan kenyamanan tempat tinggal, menginginkan harta yang berlimpah, menginginkan kendaraan yang bagus, dan sebagainya. 

Inilah hal-hal yang kita mohon, kepada siapapun yang mungkin untuk mengabulkannya, sepanjang waktu. Kadang kala tuntutan-tuntutan yang kita lontarkan menjadi begitu banyak dan bermacam-macam. Dan pada saat yang sama kita telah begitu banyak menuntut dan begitu memanjakan ego kita. Pada saat yang sama pula bisa jadi kita telah banyak mengurangi hak-hak pihak lain karena egoisme kita.

Seorang anak menuntut berbagai fasilitas kepada orang tuanya, yang bahkan mungkin berada jauh di luar kemampuan mereka untuk mengadakannya. Atau seorang istri yang menuntut begitu banyak hal kepada suaminya, tanpa menyadari kesulitan-kesulitan suami. Atau seorang suami yang menuntut istri dengan sebegitu banyak pelayanan, yang dengannya istri merasa terdholimi. Dan tuntutan-tuntutan lain yang sangat akrab dengan kehidupan kita, dimana bisa jadi kita tidak ingat, apakah kita telah juga memperhatikan tuntutan dan keinginan mereka, apakah kita telah memberikan hak-hak yang bahkan mungkin tidak mereka tuntut.

Begitu pula dengan ke-Islam-an kita, jangan-jangan kita telah menuntut begitu banyak hal kepadanya, kita memohon kelimpahan rezeki dan sekaligus keberkahannya, kita memohon kesehatan jasmani yang dengannya kita bisa menikmati hidup, kita memohon keturunan yang menentramkan hati dan menyenangkan, dan bahkan kita menutut surga-Nya. Tapi, pernahkah kita menjadi seorang yang mempunyai empati, simpati, dan kesadaran tentang tuntutan-tuntutan yang muncul dari pihak yang sering kita tuntut untuk mengabulkan apa yang kita butuhkan -mungkin lebih tepatnya adalah apa yang kita inginkan-. 

Sepertinya diri ini lebih sering menjadi orang egois yang terlalu banyak dalam menuntut dan abai terhadap hak-hak pihak lain. Mari sadari bersama, bahwa Islam menuntut banyak hal dari diri kita. Islam menuntut waktu terbaik kita, harta terbanyak, dan usia emas remaja kita. Sudahkah hak-hak ini kita berikan kepadanya?

Sesungguhnya Islam kini membutuhkan orang-orang seperti Saad bin Muadz ra yang berkata kepada Rosululloh SAW ketika perang badar, "Wahai Rosululloh, silahkan lakukan apa saja yang engaku inginkan, kami akan selalu bersamamu. Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, andai engkau membawa kami untuk mengarungi lautan, lalu engkau menyelaminya, kami pasti menyelaminya bersamamu dan tidak seorangpun dari kami yang tertinggal. Kami senang engaku membawa kami besok berhadapan dengan musuh"(Diriwayatkan Ibnu Ishaq). 

KEPERAWANAN, PENTINGKAH?

|

Pentingkah keperawanan? Hingga DPR mengusulkan untuk tes keperawanan bagi siswa siswi. Bukankah, pelajar di kota kembang dengan begitu terus terang mengatakan bahwa ‘virgin ga oke’.

Bukankah keperawanan sudah terkesan sebagai sesuatu yang biasa saja dan bernilai tidak seberapa. Jika dulu dikatakan bahwa keperawanan adalah mahkota wanita, maka kini pendapat itu sia-sia, karena nyatanya keperawanan –bagi sebagian wanita- sama sekali tidak bernilai sebernilainya mahkota. Maaf, mungkin kata lain yang lebih pantas adalah murah, bukan bernilai, tentu saja hanya bagi mereka yang menyerahkannya dengan sangat murah dan sia-sia kepada pria bejat yang sama sekali tidak berhak atasnya.

Jika perbincangan remaja selalu dekat dan penuh dengan materi cinta, maka yang demikian sama sekali tidak selaras dengan apa yang kita lihat kini dengan remaja kita. Tidak pantas orang-orang yang memberikan keperawanan dan keperjakaannya kepada yang tidak berhak berbicara cinta. Nafsu birahi adalah bahasan yang tepat bagi mereka, bukan cinta ataupun kasih sayang.

Andaikan saya adalah pujangga cinta yang mencintai kesucian, dan andaikan saya adalah seorang penyair yang memuja cinta sejati, maka sungguh hinaan yang paling besar bagi saya adalah ketika orang-orang berbicara cinta seenaknya. Tidak rela pula diri ini ketika orang-orang me-label-i nafsu birahi mereka yang menggelora dengan label cinta dan kasih sayang. Karena itu bukan cinta, bukan pula kasih sayang.

Andai pula saya adalah seorang calon istri yang berjuang begitu keras untuk kesucian saya, maka sungguh saya sama sekali tidak sudi bersuami dengan pria yang rela menukar kesuciannya dengan dosa, dan yang tega merenggut keperawanan wanita atas nama “cinta”. Andai saya adalah seorang pria yang berketetapan hati untuk memberikan kesucianku hanya kepada istri, sungguh saya tidak sudi untuk mempersunting wanita yang atas nama cinta menyerahkan tubuh dan kesuciannya kepada pria lain.

Mari kita coba bayangkan diri ini adalah diri yang suci, bagaimanakan perasaan seorang istri yang menjaga kesuciannya dengan bagus, dan kemudian mendapati seorang suami yang dengan mudahnya memuaskan birahinya kepada wanita-wanita yang bukan haknya? Atau mungkinkah seorang pria yang berusaha keras menjaga kesucian dirinya menerima gadis yang tidak lagi perawan untuk menjadi pendamping hidupnya? Sungguh andaikan kita adalah bagian dari orang-orang mendambakan cinta sejati, yang mencintai cinta dan mencintai kasih sayang, juga mencintai kesucian, maka tidak akan pernah rela memberikan dirinya kepada orang yang tidak suci.

Andaikan diri kita adalah diri yang suci, yang dengan keras menjaga tubuh dan kesucian kita, maka dengan sejujurnya keperawanan dan keperjakaan adalah hal suci yang terhormat dan sungguh berharga. Karena kesucian itulah bukti cinta sejati kita kepada suami atau istri kita, jika sebaliknya maka kita telah begitu menyakiti dan menghancurkan arti cinta sejati kepada pasangan hidup mati kita kelak –insyaAlloh-.



JOHN PERKINS, INDONESIA, DAN TERORISME

|

”Tugas utama saya adalah membuat kesepakatan dengan jalan memberikan pinjaman ke negara lain, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Salah satunya adalah pinjaman 1 miliar dolar AS kepada negara-negara seperti Indonesia atau Ekuador”.
    John Perkins, 2005   

Begitulah adanya, itulah kebenarannya. Negeri kita adalah korban dari proyek rampokisasi sumber daya alam EHM (Economic Hit Man). Dalam bukunya Perkins mengatakan bahwa Indonesia adalah satu korban.  Tentu saja ini tidak berjalan begitu saja, mesti ada ‘jalan’ yang melancarkan aksi EHM di negeri ini. Dia mengatakan bahwa ada beberapa cara yang digunakan untuk melancarkan ‘acara’ perampokannya. Lebih jauh dia mengatakan, “Berbagai cara dilakukan untuk itu, seperti dengan menyuap para pejabat terkait, perangkap seks, sampai pembunuhan tokoh”.

Dalam konteks Indonesia, Perkins dan dua kawannya sesama preman ekonomi pernah datang ke Indonesia. 1970-an. Di Indonesia, ia sempat tinggal selama tiga bulan dan menginap di Hotel InterContinental, Jakarta. Bersama tiga kawannya sesama EHM, ia mengumpulkan data mengenai megaproyek kelistrikan Jawa. Mungkin saja salah satu, atau bahkan semua cara tadi, yaitu menyuap para pejabat terkait, perangkap seks, sampai pembunuhan tokoh, sudah pernah dan sukses diterapkan di Indonesia. Jika demikian adanya, maka wajar jika kini muncul ide konyol unbundling PLN.

Inilah perampokan sebenarnya, mega perampokan sistematis yang tak disadari. Bahkan tentu saja lebih kejam dan sadis dari pada para perampok CIMB Niaga. Sayangnya media, entah kenapa, lebih suka mengekspos habis-habisan perampokan CIMB Niaga, dari pada rampokisasi SDA kita. Padahal jika perampok CIMB Niaga kemudian diberikan label teroris, maka harusnya demikian juga pada perusahaan asing berserta CEO-nya, pemerintah yang turut serta melancarkan –atau mungkin pelakunya sekaligus-  dalam acara rampokisasai SDA, dan para politikus di gedung bundar yang terlibat atau yang mendukung program cerdas rampokisasi , harusnya diberikan juga gelar TERORIS. Bahkan bisa jadi super teroris, karena secara pasti telah menteror rakyat negeri ini dengan kematian, kemelataran dan kemiskinan yang mengenaskan, kebodohan yang berkembang dengan bagus akibat super mahalnya pendidikan, kerusakan moral yang merekah karena diberikannya sarana–sarana pemenuh birahi. Dan jumlah korban dari rampokisasi SDA ini tentu saja jauh jauh lebih banyak dari sekedar perampokan CIMB Niaga.
Hidup terorisme kini, mati negeri kami. John perkins telah ’bertaubat’ dan mengakui kesalahannya. Bagaimana dengan kita, sudahkah mengakui kesalahan kita? Atau jangan-jangan tidak sadar kalau kita salah!
Tiada kemuliaan tanpa Islam, takkan tegak Islam tanpa Syariah, so Terapkah SYARIAH!

PENGURANGAN SUBSIDI BBM, PEMERINTAH SALAH JALAN

|

Jika yang diinginkan pemerintah adalah penghematan untuk mendukung program penyejahteraan masyarakat, maka kebijakan yang semacam ini tidaklah tepat. Kebijakan semacam ini bahkan bertentangan dengan tujuan asalnya, yang akan semakin menjauhkan kesejahteraan dari rakyat yang memang sudah begitu jauh. Jadi kalau alasannya menghemat subsidi BBM untuk kesejahteraan rakyat maka sama sekali tidak nyambung. Kecuali kalau alasannya adalah mengikuti saran IMF untuk program liberalisasi sektor ekonomi, termasuk juga penghilangan subsidi TDL dan BBM maka itu sangat nyambung. Tidak bisa pula dikatakan bahwa ini untuk keadilan karena yang menanggung adalah masyarakat kaya, tapi kami memahami bahwa ini hanyalah langkah kesekian dari sekian langkah menuju liberalisasi ekonomi Indonesia.

Jika pemerintah benar-benar mengininkan kesejahteraan rakyat maka yang harus dilakukan adalah menjadikan harga BBM semurah mungkin bagi masyarakat, bukan menaikkannya. Bukankah Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat? Pengamat  perminyakan, Kurtubi menyatakan bahwa manifestasi dari pasal di atas adalah harga BBM itu dibayar oleh masyarakat dengan harga yang murah (detikfinance, 22/3/2010). Lebih lanjut beliau menyatakan, andai yang terjadi demikian maka Indonesia sama halnya dengan Negara lain yang tidak mempunyai pasal 33 dalam UU-nya.

Jika pemerintah kita berniat untuk meringankan beban rakyat, maka yang harus dilakukan adalah menjadikan harga BBM semurah mungkin, bukan menaikkannya. Rakyat telah menanggung beban kemiskinan yang berat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai 18,5 juta rumah tangga miskin (RTM). Kalkulasinya, jika setiap RTM ada empat orang jiwa (bapak, ibu dan dua orang anak), maka total penduduk miskin Indonesia mencapai 74 juta jiwa. Artinya hampir 30 persen penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan (mediaumat.com, 10/7/2010). Padahal perhitungan angka garis kemiskinan itu berdasarkan pendapatan sekitar Rp 160 ribu/bulan. Bagaimana jika angka garis kemiskinan itu dinaikkan menjadi Rp 300 ribu/bulan? Dan bagaimana jika kemudian BBM dinaikkan, berapakah jumlahnya?

Jika pemerintah mempunyai misi untuk meringankan beban rakyat maka pemerintah harus menjadikan BBM sebagai barang yang murah meriah. Karena rakyat telah menerima beban pajak yang demikian besar dan dengan ragamnya yang begitu variatif. Pemerintah menetapkan pendapatan 2010 negara sebesar Rp 949,7.  Jumlah pendapatan itu berasal dari penerimaan perpajakan sebanyak Rp742,7  trilyun Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebanyak Rp 205,4 trilyun dan penerimaan dari hibah sebanyak Rp1.506,8 miliar. Artinya hampir 70 persen sumber APBN berasal dari pajak, dan rakyatlah yang membayarnya.

Rakyat kembali menanggung beban sakit hati karena uang hasil banting tulang yang dibayarkan lewat pajak digelapkan oleh Gayus 28 Milyar, belum termasuk Gayus-Gayus lainnya, dan hilangnya sumbangan mereka ketika Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan likuiditas Rp 6,7 trilyun untuk Bank Century, yang tak jelas juntrungannya. Akankah beban rakyat ditambah dengan adanya pengurangan subsidi BBM?

Bukankah pemerintah ada untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat, dimana kondisi sejahtera adalah kondisi yang normal dan lumrah untuk rakyat yang berpemerintah. Ketika pemerintah ada dan bekerja, namun kesejahteraan tidak kunjung tiba maka sungguh kondisi demikian tidak layak ada pada rakyat yang berpemerintah. Kalo demikian mereka bekerja untuk siapa?

Bangsa ini bisa sejahtera

Pemerintah salah sasaran jika ingin memberikan beban pengurangan subsidi BBM kepada masyarakat lagi. Tidak perlu pemerintah menaikan TDL dan BBM untuk membuat kita sejahtera, yang membuat rakyat sejahtera adalah murahnya TDL dan BBM. Bebankanlah beban-beban ini kepada Sumber Daya Alam kita, niscaya mereka mampu, bukan kepada manusia-manusia Indonesia.

Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc dengan tambang Ertsberg-nya di Papua cukup untuk mensejahterakan bangsa ini –jika saja dikelola mandiri-. Marwan Batubara dalam bukunya ‘Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam, Menuju Negara Berdaulat’ menyatakan bahwa tambang Ertsberg merupakan deposit tembaga terkaya yang pernah ditemukan di atas permukaan tana. Analisis laboratorium memastikan perkiraan ekspedisi bahwa terdapat kandungan tembaga sebesar 13 juta ton bijih Jauh lebih ke dalam tanah, diperkirakan terdapat 14 juta ton bijih untuk setiap kedalaman 100 meter. Jumlah keseluruhan diperkirakan mencapai 50 juta ton bijih. Dinas Pertambangan Papua menyebutkan cadangan Ertsberg sebanyak 35 juta ton. Jika diasumsikan harga rata-rata tembaga selama sekitar 20 tahun periode penambangan di Ertsberg adalah US$ 2000/ton, pendapatan yang dapat diraih dari seluruh potensi mineral tambang Ertsbegr adalah (35 juta ton x 2000 US$ /ton) = US$ 70 miliar.

Begitu juga dengan tambang Grasberg-nya di Papua. Marwan menjelaskan bahwa Grasberg menyimpan potensi tembaga, emas dan perak dalam jumlah yang sangat besar. Cadangan Grasberg yang ditemukan cadangan total sebesar 200 juta ton metrik. Laporan Keuangan Freeport bulan Juni 2009, menunjukan bahwa cadangan emas dan tembaga tambang Grasberg masing-masing sebesar 38,5 juta ons dan 35,6 juta ton. Dengan harga rata-rata emas dan tembaga sepanjang periode tambang diasumsikan masing-masing sebesar 900US$ /ons, dan 5.000 US$ /ton, total potensi pendapatan emas tambang Grasberg adalah ( 38,5 juta ons X 900US$ /ons) = 34, 65 US$ miliar. Sedangkan total potensi pendapatan tembaga tambang Grasberg adalah (35, 6 juta ton X 5.000 US$/ ton) = 178 US$ miliar.
Jika diasumsikan mineral yang ditambang hanya emas dan tembaga, total potensi pendapatan tambang Grasberg adalah sekitar US$ 212,65 miliar. Namun, karena adanya kandungan perak dan berbagai unsur mineral lainnya, total potensi pendapatan tambang Freeport dapat mencapai US$ 300 miliar atau sekitar Rp 3000 triliun.

Jika kita jumlahkan hasil penambangan di  Ertsberg dan Grasberg maka jumlahnya adalah sebesar US$ 370 Miliar atau sekitar Rp 3700 triliun. Bayangkan jika semua itu masuk ke dalam pendapatan Negara kita, perlukah mengurangi subsidi BBM? Penghematan Rp 2 triliun tentu tidak ada artinya.

Belum lagi ditambah dengan potensi sumber daya alam negeri ini yang lainnya seperti potensi gas alam Negeri ini yang merupakan Negeri dengan cadangan gas alam terbesar ke-11 se-Dunia dengan cadangannya sebesar 98 triliun kaki persegi (wikipedia); batubara yaitu sebesar 104.760 juta ton, timah sebesar 650.135 ton dan nikel sebesar 1.878 juta ton (esdm.go.id, data per akhir 2008); prakiraan nilai ekonomi potensi dan kekayaan laut Indonesia yang telah dihitung para pakar dan lembaga terkait dalam setahun mencapai 149,94 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.994 triliun (travel.kompas.com, 6/11/2009); Penelitian yang dilakukan PT Exxonmobil menunjukkan cadangan minyak Blok Cepu sekitar 352 juta barel (matanews.com, 9/1/2010).

Hanya saja semua percuma, karenya nyatanya pihak asinglah yang ‘merampoknya’ dan rakyat miskin tetap mendapat tanggungan beban yang tidak semestinya. Pemerintah dan DPR memang berkerja, tapi untuk siapa? Kenapa muncul undang-undang ‘aneh’ semacam UU PMA, UU SDA, UU Migas, dan UU Minerba yang tendensius pada liberalisasi ekonomi?














 

©2009 My Perspective | Template Blue by TNB