KEPERAWANAN, PENTINGKAH?

|

Pentingkah keperawanan? Hingga DPR mengusulkan untuk tes keperawanan bagi siswa siswi. Bukankah, pelajar di kota kembang dengan begitu terus terang mengatakan bahwa ‘virgin ga oke’.

Bukankah keperawanan sudah terkesan sebagai sesuatu yang biasa saja dan bernilai tidak seberapa. Jika dulu dikatakan bahwa keperawanan adalah mahkota wanita, maka kini pendapat itu sia-sia, karena nyatanya keperawanan –bagi sebagian wanita- sama sekali tidak bernilai sebernilainya mahkota. Maaf, mungkin kata lain yang lebih pantas adalah murah, bukan bernilai, tentu saja hanya bagi mereka yang menyerahkannya dengan sangat murah dan sia-sia kepada pria bejat yang sama sekali tidak berhak atasnya.

Jika perbincangan remaja selalu dekat dan penuh dengan materi cinta, maka yang demikian sama sekali tidak selaras dengan apa yang kita lihat kini dengan remaja kita. Tidak pantas orang-orang yang memberikan keperawanan dan keperjakaannya kepada yang tidak berhak berbicara cinta. Nafsu birahi adalah bahasan yang tepat bagi mereka, bukan cinta ataupun kasih sayang.

Andaikan saya adalah pujangga cinta yang mencintai kesucian, dan andaikan saya adalah seorang penyair yang memuja cinta sejati, maka sungguh hinaan yang paling besar bagi saya adalah ketika orang-orang berbicara cinta seenaknya. Tidak rela pula diri ini ketika orang-orang me-label-i nafsu birahi mereka yang menggelora dengan label cinta dan kasih sayang. Karena itu bukan cinta, bukan pula kasih sayang.

Andai pula saya adalah seorang calon istri yang berjuang begitu keras untuk kesucian saya, maka sungguh saya sama sekali tidak sudi bersuami dengan pria yang rela menukar kesuciannya dengan dosa, dan yang tega merenggut keperawanan wanita atas nama “cinta”. Andai saya adalah seorang pria yang berketetapan hati untuk memberikan kesucianku hanya kepada istri, sungguh saya tidak sudi untuk mempersunting wanita yang atas nama cinta menyerahkan tubuh dan kesuciannya kepada pria lain.

Mari kita coba bayangkan diri ini adalah diri yang suci, bagaimanakan perasaan seorang istri yang menjaga kesuciannya dengan bagus, dan kemudian mendapati seorang suami yang dengan mudahnya memuaskan birahinya kepada wanita-wanita yang bukan haknya? Atau mungkinkah seorang pria yang berusaha keras menjaga kesucian dirinya menerima gadis yang tidak lagi perawan untuk menjadi pendamping hidupnya? Sungguh andaikan kita adalah bagian dari orang-orang mendambakan cinta sejati, yang mencintai cinta dan mencintai kasih sayang, juga mencintai kesucian, maka tidak akan pernah rela memberikan dirinya kepada orang yang tidak suci.

Andaikan diri kita adalah diri yang suci, yang dengan keras menjaga tubuh dan kesucian kita, maka dengan sejujurnya keperawanan dan keperjakaan adalah hal suci yang terhormat dan sungguh berharga. Karena kesucian itulah bukti cinta sejati kita kepada suami atau istri kita, jika sebaliknya maka kita telah begitu menyakiti dan menghancurkan arti cinta sejati kepada pasangan hidup mati kita kelak –insyaAlloh-.



JOHN PERKINS, INDONESIA, DAN TERORISME

|

”Tugas utama saya adalah membuat kesepakatan dengan jalan memberikan pinjaman ke negara lain, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Salah satunya adalah pinjaman 1 miliar dolar AS kepada negara-negara seperti Indonesia atau Ekuador”.
    John Perkins, 2005   

Begitulah adanya, itulah kebenarannya. Negeri kita adalah korban dari proyek rampokisasi sumber daya alam EHM (Economic Hit Man). Dalam bukunya Perkins mengatakan bahwa Indonesia adalah satu korban.  Tentu saja ini tidak berjalan begitu saja, mesti ada ‘jalan’ yang melancarkan aksi EHM di negeri ini. Dia mengatakan bahwa ada beberapa cara yang digunakan untuk melancarkan ‘acara’ perampokannya. Lebih jauh dia mengatakan, “Berbagai cara dilakukan untuk itu, seperti dengan menyuap para pejabat terkait, perangkap seks, sampai pembunuhan tokoh”.

Dalam konteks Indonesia, Perkins dan dua kawannya sesama preman ekonomi pernah datang ke Indonesia. 1970-an. Di Indonesia, ia sempat tinggal selama tiga bulan dan menginap di Hotel InterContinental, Jakarta. Bersama tiga kawannya sesama EHM, ia mengumpulkan data mengenai megaproyek kelistrikan Jawa. Mungkin saja salah satu, atau bahkan semua cara tadi, yaitu menyuap para pejabat terkait, perangkap seks, sampai pembunuhan tokoh, sudah pernah dan sukses diterapkan di Indonesia. Jika demikian adanya, maka wajar jika kini muncul ide konyol unbundling PLN.

Inilah perampokan sebenarnya, mega perampokan sistematis yang tak disadari. Bahkan tentu saja lebih kejam dan sadis dari pada para perampok CIMB Niaga. Sayangnya media, entah kenapa, lebih suka mengekspos habis-habisan perampokan CIMB Niaga, dari pada rampokisasi SDA kita. Padahal jika perampok CIMB Niaga kemudian diberikan label teroris, maka harusnya demikian juga pada perusahaan asing berserta CEO-nya, pemerintah yang turut serta melancarkan –atau mungkin pelakunya sekaligus-  dalam acara rampokisasai SDA, dan para politikus di gedung bundar yang terlibat atau yang mendukung program cerdas rampokisasi , harusnya diberikan juga gelar TERORIS. Bahkan bisa jadi super teroris, karena secara pasti telah menteror rakyat negeri ini dengan kematian, kemelataran dan kemiskinan yang mengenaskan, kebodohan yang berkembang dengan bagus akibat super mahalnya pendidikan, kerusakan moral yang merekah karena diberikannya sarana–sarana pemenuh birahi. Dan jumlah korban dari rampokisasi SDA ini tentu saja jauh jauh lebih banyak dari sekedar perampokan CIMB Niaga.
Hidup terorisme kini, mati negeri kami. John perkins telah ’bertaubat’ dan mengakui kesalahannya. Bagaimana dengan kita, sudahkah mengakui kesalahan kita? Atau jangan-jangan tidak sadar kalau kita salah!
Tiada kemuliaan tanpa Islam, takkan tegak Islam tanpa Syariah, so Terapkah SYARIAH!

PENGURANGAN SUBSIDI BBM, PEMERINTAH SALAH JALAN

|

Jika yang diinginkan pemerintah adalah penghematan untuk mendukung program penyejahteraan masyarakat, maka kebijakan yang semacam ini tidaklah tepat. Kebijakan semacam ini bahkan bertentangan dengan tujuan asalnya, yang akan semakin menjauhkan kesejahteraan dari rakyat yang memang sudah begitu jauh. Jadi kalau alasannya menghemat subsidi BBM untuk kesejahteraan rakyat maka sama sekali tidak nyambung. Kecuali kalau alasannya adalah mengikuti saran IMF untuk program liberalisasi sektor ekonomi, termasuk juga penghilangan subsidi TDL dan BBM maka itu sangat nyambung. Tidak bisa pula dikatakan bahwa ini untuk keadilan karena yang menanggung adalah masyarakat kaya, tapi kami memahami bahwa ini hanyalah langkah kesekian dari sekian langkah menuju liberalisasi ekonomi Indonesia.

Jika pemerintah benar-benar mengininkan kesejahteraan rakyat maka yang harus dilakukan adalah menjadikan harga BBM semurah mungkin bagi masyarakat, bukan menaikkannya. Bukankah Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat? Pengamat  perminyakan, Kurtubi menyatakan bahwa manifestasi dari pasal di atas adalah harga BBM itu dibayar oleh masyarakat dengan harga yang murah (detikfinance, 22/3/2010). Lebih lanjut beliau menyatakan, andai yang terjadi demikian maka Indonesia sama halnya dengan Negara lain yang tidak mempunyai pasal 33 dalam UU-nya.

Jika pemerintah kita berniat untuk meringankan beban rakyat, maka yang harus dilakukan adalah menjadikan harga BBM semurah mungkin, bukan menaikkannya. Rakyat telah menanggung beban kemiskinan yang berat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai 18,5 juta rumah tangga miskin (RTM). Kalkulasinya, jika setiap RTM ada empat orang jiwa (bapak, ibu dan dua orang anak), maka total penduduk miskin Indonesia mencapai 74 juta jiwa. Artinya hampir 30 persen penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan (mediaumat.com, 10/7/2010). Padahal perhitungan angka garis kemiskinan itu berdasarkan pendapatan sekitar Rp 160 ribu/bulan. Bagaimana jika angka garis kemiskinan itu dinaikkan menjadi Rp 300 ribu/bulan? Dan bagaimana jika kemudian BBM dinaikkan, berapakah jumlahnya?

Jika pemerintah mempunyai misi untuk meringankan beban rakyat maka pemerintah harus menjadikan BBM sebagai barang yang murah meriah. Karena rakyat telah menerima beban pajak yang demikian besar dan dengan ragamnya yang begitu variatif. Pemerintah menetapkan pendapatan 2010 negara sebesar Rp 949,7.  Jumlah pendapatan itu berasal dari penerimaan perpajakan sebanyak Rp742,7  trilyun Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebanyak Rp 205,4 trilyun dan penerimaan dari hibah sebanyak Rp1.506,8 miliar. Artinya hampir 70 persen sumber APBN berasal dari pajak, dan rakyatlah yang membayarnya.

Rakyat kembali menanggung beban sakit hati karena uang hasil banting tulang yang dibayarkan lewat pajak digelapkan oleh Gayus 28 Milyar, belum termasuk Gayus-Gayus lainnya, dan hilangnya sumbangan mereka ketika Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan likuiditas Rp 6,7 trilyun untuk Bank Century, yang tak jelas juntrungannya. Akankah beban rakyat ditambah dengan adanya pengurangan subsidi BBM?

Bukankah pemerintah ada untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat, dimana kondisi sejahtera adalah kondisi yang normal dan lumrah untuk rakyat yang berpemerintah. Ketika pemerintah ada dan bekerja, namun kesejahteraan tidak kunjung tiba maka sungguh kondisi demikian tidak layak ada pada rakyat yang berpemerintah. Kalo demikian mereka bekerja untuk siapa?

Bangsa ini bisa sejahtera

Pemerintah salah sasaran jika ingin memberikan beban pengurangan subsidi BBM kepada masyarakat lagi. Tidak perlu pemerintah menaikan TDL dan BBM untuk membuat kita sejahtera, yang membuat rakyat sejahtera adalah murahnya TDL dan BBM. Bebankanlah beban-beban ini kepada Sumber Daya Alam kita, niscaya mereka mampu, bukan kepada manusia-manusia Indonesia.

Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc dengan tambang Ertsberg-nya di Papua cukup untuk mensejahterakan bangsa ini –jika saja dikelola mandiri-. Marwan Batubara dalam bukunya ‘Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam, Menuju Negara Berdaulat’ menyatakan bahwa tambang Ertsberg merupakan deposit tembaga terkaya yang pernah ditemukan di atas permukaan tana. Analisis laboratorium memastikan perkiraan ekspedisi bahwa terdapat kandungan tembaga sebesar 13 juta ton bijih Jauh lebih ke dalam tanah, diperkirakan terdapat 14 juta ton bijih untuk setiap kedalaman 100 meter. Jumlah keseluruhan diperkirakan mencapai 50 juta ton bijih. Dinas Pertambangan Papua menyebutkan cadangan Ertsberg sebanyak 35 juta ton. Jika diasumsikan harga rata-rata tembaga selama sekitar 20 tahun periode penambangan di Ertsberg adalah US$ 2000/ton, pendapatan yang dapat diraih dari seluruh potensi mineral tambang Ertsbegr adalah (35 juta ton x 2000 US$ /ton) = US$ 70 miliar.

Begitu juga dengan tambang Grasberg-nya di Papua. Marwan menjelaskan bahwa Grasberg menyimpan potensi tembaga, emas dan perak dalam jumlah yang sangat besar. Cadangan Grasberg yang ditemukan cadangan total sebesar 200 juta ton metrik. Laporan Keuangan Freeport bulan Juni 2009, menunjukan bahwa cadangan emas dan tembaga tambang Grasberg masing-masing sebesar 38,5 juta ons dan 35,6 juta ton. Dengan harga rata-rata emas dan tembaga sepanjang periode tambang diasumsikan masing-masing sebesar 900US$ /ons, dan 5.000 US$ /ton, total potensi pendapatan emas tambang Grasberg adalah ( 38,5 juta ons X 900US$ /ons) = 34, 65 US$ miliar. Sedangkan total potensi pendapatan tembaga tambang Grasberg adalah (35, 6 juta ton X 5.000 US$/ ton) = 178 US$ miliar.
Jika diasumsikan mineral yang ditambang hanya emas dan tembaga, total potensi pendapatan tambang Grasberg adalah sekitar US$ 212,65 miliar. Namun, karena adanya kandungan perak dan berbagai unsur mineral lainnya, total potensi pendapatan tambang Freeport dapat mencapai US$ 300 miliar atau sekitar Rp 3000 triliun.

Jika kita jumlahkan hasil penambangan di  Ertsberg dan Grasberg maka jumlahnya adalah sebesar US$ 370 Miliar atau sekitar Rp 3700 triliun. Bayangkan jika semua itu masuk ke dalam pendapatan Negara kita, perlukah mengurangi subsidi BBM? Penghematan Rp 2 triliun tentu tidak ada artinya.

Belum lagi ditambah dengan potensi sumber daya alam negeri ini yang lainnya seperti potensi gas alam Negeri ini yang merupakan Negeri dengan cadangan gas alam terbesar ke-11 se-Dunia dengan cadangannya sebesar 98 triliun kaki persegi (wikipedia); batubara yaitu sebesar 104.760 juta ton, timah sebesar 650.135 ton dan nikel sebesar 1.878 juta ton (esdm.go.id, data per akhir 2008); prakiraan nilai ekonomi potensi dan kekayaan laut Indonesia yang telah dihitung para pakar dan lembaga terkait dalam setahun mencapai 149,94 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.994 triliun (travel.kompas.com, 6/11/2009); Penelitian yang dilakukan PT Exxonmobil menunjukkan cadangan minyak Blok Cepu sekitar 352 juta barel (matanews.com, 9/1/2010).

Hanya saja semua percuma, karenya nyatanya pihak asinglah yang ‘merampoknya’ dan rakyat miskin tetap mendapat tanggungan beban yang tidak semestinya. Pemerintah dan DPR memang berkerja, tapi untuk siapa? Kenapa muncul undang-undang ‘aneh’ semacam UU PMA, UU SDA, UU Migas, dan UU Minerba yang tendensius pada liberalisasi ekonomi?














HIDUP ADALAH PILIHAN, SELALU ADA KONSEKUENSI

|


Inilah hidup kita, di dalamnya begitu banyak hal yang memaksa kita untuk memilih. Menjadi seorang muallaf yang belum lengkap menjalankan rukun Islam, atau menjadi seorang muslim yang telah mampu menjalankan rukun Islam, atau menjadi seorang mukmin yang berkeyakinan penuh atas syahadatain yang dengannya hati kita selalu terikat dengan yang Maha Kuasa, atau menjadi seorang muttaqiin yang bertauhid teguh dan dengannya mengabdikan segala kesempatan untuk Islam, untuk dirinya dan umat Islam. Semua adalah pilihan, dan semua pilihan disertai dengan konsekuensi.

Termasuk dalam perjuangan menuju perubahan, konsekuensi akan selalu menyertai. Apa-apa yang dibawa oleh seorang atau sekelompok perubah adalah hal yang baru atau yang telah terlupakan dari masyarakat. Sesuatu yang mempunyai nilai dan pandangan baru, atau sama sekali baru, bahkan bisa jadi bertentangan secara diametral dengan nilai dan pandangan masyarakat secara umum. Ini terjadi karena perubah selalu berpikir visioner, dan dengan ini mereka mampu memahami fakta dan mengetahui pula bagaimana seharusnya bentuk fakta.

Kondisi yang demikian, pada banyak kasus, menimbulkan penolakan dan pertentangan dari masyarakat. Tentu saja demikian, karena nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat, yang selama ini dianggap benar, diserang dan ditunjukan kerusakan dan kejelekannya. Bagi perubah, ini adalah kondisi yang wajar dan normal, bahkan sudah diperkirakan sebelumnya, dan mereka telah men-setting dirinya untuk menikmati kondisi yang demikian. Inilah konsekuensi yang harus dipahami bagi mereka yang menempatkan diri sebagai perubah dan pembaharu, dan tidak ada peluang untuk menghindarinya, karena ketika penghindaran mereka lakukan, maka pada saat itu label perubah dan pembaharu pada diri mereka telah hilang ditelan fakta.

Begitupun dengan Muhammad Rosululloh, ketika dakwah yang beliau bawa harus berinteraksi dengan masyarakat–karena Alloh telah menyuruhnya (QS al Hijr: 94)- yang telah mempunyai nilai dan menerapkannya, dan menganggapnya sebagai kebenaran, maka yang muncul adalah penolakan bahkan penyerangan dengan beragam cara. Bagaimana tidak demikian, lha wong beliau mencerca dan menghina hayalan-hayalan mereka tentang tuhan (QS al Anbiya: 98), merendahkan kehidupan ekonomi mereka yang penuh dengan riba (QS ar-Rum: 39), dan mengancam orang-orang yang melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan (QS al Muthaffifin: 1-3).

Inilah fakta perjuangan perubahan dan pembaharuan, penolakan dan penyerangan telah menghadang di depan perubah dan pembaharu, dan mereka menyadari segala konsekuensi sepenuhnya dan telah bersiap dan menyediakan badan dan pikiran mereka untuk menghadapinya. Karena mereka paham bahwa hidup adalah pilihan, dan pilihan selalu berteman akrab dengan konsekuensi, baik menyenangkan atau menyusahkan.

Adakah kita termasuk pejuang perubahan?

KERUWETAN MONETER DALAM REDENOMINASI DAN SOLUSI ISLAM ATAS SEMUA PERSOALAN MONETER SAAT INI

|

Redenominasi berasal dari kata denominasi yang diartikan sebagai penyebutan satuan harga untuk mata uang suatu negara, baik dalam satuan koin ataupun kertas, sehingga redenominasi diartikan sebagai penyebutan kembali atau penyederhanaan dari satuan harga maupun nilai mata uang yang ada1. Definisi lain menyebutkan bahwa redenominasi adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya2. Istilah ini dikenal dalam sistem ekonomi kapitalisme maupun sosialisme, yang mengakui konsep moneter dengan fiat money. Konsep redenominasi tidak dikenal dalam sistem ekonomi Islam.
Keberadaan redenominasi tidak terlepas dari jalan kehidupan kapitalisme yang mengharuskan pengemban dan pendukungnya berpikir keras dan kreatif, yang menjadikan ilmu-ilmu yang dihasilkannya begitu complicated bak menara gading yang sukar tersentuh. Dan semua itu adalah tentang penjaminan kelangsungannya. Kreatifitas kebijakan dalam kapitalisme bagaikan sehela napas yang cukup untuk sedikit memperpanjang kehidupan, yang tanpannya dia akan dengan segera berada di liang lahat dalam kondisi sehancur-hancurnya. Inilah hukum alam, kerja keras dan kreatifitas akan muncul dalam keterdesakan yang sangat, sebagaimana kapitalisme saat ini, begitu keras mencipta ’napas buatan’ dengan ragam yang banyak. Andai saja kapitalisme merupakan konsep yang sempurna, tentu usaha keras dan kreatifitas yang tidak cerdas ini tidak akan pernah ada, karena sistem dari dalam sudah mampu menjamin keselamatannya sendiri, tanpa bantuan dari ekonom-ekonomnya. Hanya saja hal semacam ini tidaklah terjadi pada jalan sejarah kapitalisme.
Sehingga merupakan hal yang sangat wajar dan sangat normal bagi kapitalisme untuk mempunyai begitu banyak jenis kebijakan moneter, bukan sebagai perwujudan kecerdasan dan kehebatan ekonom mereka, semua itu hanya menunjukkan jibaku mereka dalam menyelesaikan masalah moneter yang tak ada habisnya. Redenominasi, sanering, discount policy, open market policy, plafon credit policy, tight money policy, dan cash ratio policy adalah beberapa jenis kebijakan moneter dalam kapitalisme yang wajib adanya, tidak bisa tidak. Inilah kapitalisme, jika tidak demikian maka tentu bukan kapitalisme.

REDENOMINASI RUPIAH, SALAH SATU KREATIFITAS KAPITALISME

Sejarah telah mencatat bahwa beberapa negara telah melakukan redenominasi, sebagian besar darinya didasari atas kondisi sulit negara mereka, terutama masalah inflasi yang terlampau tinggi. Turki, karena ruwetnya moneter mereka  -saking dahsyarnya hingga terdapat pecahan mata uang senilai 20 juta lira3-, yang kemudian memaksa negara ini memotong enam digit pada mata uang liranya, sehingga 1 juta lira bernilai 1 lira baru4. Begitu juga dengan Rumania menjalankan kebijakan redenominasi untuk menyederhanakan mata uang lei (ROL) menjadi lei baru (RON), sehingga nilai 10.000 lei menjadi 1 lei baru5. Gubernur Bank Nasional Rumania, Mugur Isarescu melakukannya karena inflasi yang begitu tinggi. Jadi, alasan yang mendasari kedua negara ini –dan negara-negara lainnya yang pernah melakukan redenominasi- adalah karena tekanan yang dahsyat inflasi di negara mereka.
Dengan kondisi yang berbeda6 Indonesia mewacanakan kebijakan redenominasi. Alasan yang mendasarinya sesungguhnya lebih dekat pada tujuan penyederhanaan infrastruktur sistem pembayaran dan beberapa masalah teknis operasional lainnya, serta urusan  gengsi  dan mengangkat citra mata uang Rupiah, bukan karena alasan yang fundamental, yang berpengaruh terhadap perbaikan fundamental ekonomi negara.
Darwin Nasution selaku pemegang otoritas moneter tertinggi di Negeri dan sebagai inisiator redenominasi menjelaskan bahwa kebijakan tersebut didasarkan pada beberapa alasan. diantaranya adalah: Pertama, mengatasi inefisiensi akibat semakin tingginya waktu dan biaya transaksi karena nilainya semakin lama semakin besar; Kedua, soal inefisiensi infrastruktur sistem pembayaran yang tentunya membutuhkan biaya besar. Selama ini, beberapa digit angka yang panjang telah merepotkan. Argometer taksi misalnya, dalam pembayaran Rp120 ribu, tertera 120.000. Toko-toko kecil mesin hitung yang mereka miliki juga memiliki batasan digit; Ketiga, mata uang rupiah mempunyai kendala dalam pencatatan pembukuan. Sebab, digit yang semakin banyak memiliki risiko kesalahan lebih tinggi. Tentunya bila salah akan menyebabkan biaya yang lebih tinggi; Keempat, Indonesia akan memasuki komunitas ekonomi Asean pada 2015 7.
Terkait citra dan gengsi Rupiah, Anwar Nasution, mantan Gubernur Senior BI, menyatakan bahwa redenominasi ditujukan biar rupiah gagah8. Demikian juga dinyatakan oleh pengamat pasar keuangan, Farial Anwar, bahwa Bank Indonesia harus mengangkat citra dan gengsi mata uangnya di mata Internasional9. Sama halnya dengan ketua Perbanas, Sigit Pramono, beliau menyatakan bahwa beliau malu dengan rupiah ketika disejajarkan dengan mata uang asing lainnya10, dan masih banyak lontaran senada yang mendukung redenominasi dengan alasan gensi dan citra. Meskipun demikian, ada pula pihak yang menganggap skeptis gagasan ini. Komisi Keuangan dan Perbankan DPR tak setuju wacana ini dimasukan dalam pembahasan RUU mata uang yang saat ini sedang dibahas11. Hal senada diungkapkan oleh Kepala Ekonom Group Bank Mandiri, Mirza Adityaswara, menyatakan bahwa redenominasi tidak perlu dilakukan, sebab itu tidak berarti apa-apa, juga tidak ada gunanya12. Sedangkan masyarakat bawah yang tidak tahu menahu tentang hal-hal semacam ini cukup diam dan bingung dengan urusan hidupnya yang selalu menghimpit.
Semua tadi menunjukkan bahwa wacana dan pembahasan masalah redenominasi, termasuk juga pembahasan tentang bagaimana mengendalikan inflasi, deflasi, suku bunga perbankan, dan hal-hal semacamnya, bukanlah pembahasan pada pokok masalah. Semua kesibukan tadi adalah pembahasan dalam usaha mengatasi gejala-gejala kerusakan yang muncul, itu saja, tidak lebih. Pembahasan yang semacam ini harus dihindarkan, karena sama sekali tidak menyentuh sumber masalah, dan pembahasan yang layak adalah pembahasan fundamental yang menyentuh sumber masalah.

AKAR MASALAH SESUNGGUHNYA

Pokok masalah ini adalah adanya sistem moneter internasional yang kacau balau, yang telah melahirkan sistem kelas yang tidak disukai masyarakat, yaitu: kelas majikan dan kelas budak, kelas super kaya dan kelas miskin-melarat, yang didalamnya dipenuhi dengan segala bentuk kehinaan, kedzaliman, kesengsaraan, kerakusan, kebencian, permusuhan, dan eksploitasi, serta perbudakan manusia13.Dan ini terjadi lantaran dihapusnya standar moneter bretton woods oleh USA, yang dilakukannya untuk menghentikan pengkaitan dollar dengan emas untuk memposisikan dolllar sebagai setandar moneter internasional hingga menguasai pasar moneter internasional14. Mulai saat itulah sistem moneter fiat money berlaku, yaitu uang kertas dollar yang dicetak oleh bank sentral, yang tidak dijamin dan ditopang sama sekali oleh emas. Masyarakat dipaksa secara hukum untuk menjadikan uang dollar sebagai barang berharga, sesuai yang tertera pada uang kertas dollarnya15.
Sistem moneter yang demikian ini menjadikan goncangan ekonomi sekecil apapun yang terjadi di USA pasti akan menjadi pukulan telak bagi perekonomian negara-negara lain. Karena sebagian besar –jika tidak keseluruhannya- cadangan devisa mereka ditopang dengan dollar yang nilai intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan tulisan yang tertera di dalamnya16. Hal ini pula yang menyebabkan ketidakstabilan mata uang –yang secara langsung berpengaruh pada ketidakstabilan ekonomi- di Indonesia, yang karenanya muncullah berbagai kebijakan moneter dalam rangka menjaga stabilitas rupiah, termasuk masalah redenominasi.
Karena itu, selama emas tidak menjadi cadangan mata uang, krisis ekonomi seperti ini akan terus berulang. Sekecil apapun krisis yang menimpa dollar akan segera menjalar ke perekonomian negara lain17.
Masalah inilah yang layak untuk menjadi mainstream pembahasan para ekonom, untuk mengembalikan sistem moneter internasional berstandar emas. Namun tentu saja tidak bisa ditujukan untuk kembali kepada sistem moneter berstandar emas sebagaimana pernah terjadi di dunia ini yang didasarkan pada perjanjian Bretton Woods. Hal ini karena perjanjian tersebut sarat dengan kepentingan USA. Berdasarkan perjanjian ini, yaitu pasca PD II, USA memaksakan mata uang kertasnya dipaksakan seakan-akan emas murni, yaitu dengan menetapkan harga tertentu bagi mata uangnya yatiu US$ 35 per ons emas murni. Dengan ini USA memaksa negara-negara di dunia untuk menyimpan dollar di dalam devisanya bersama emas, sehingga kemudian terjadi keterikatan harga-harga secara langsung dengan dollar. Oleh karenanya, dollar menjadi mata uang kuat secara internasional dilihat dari sisi penunaian pembayaran dan pertukaran perdagangan, yang dengannya semua mata uang tersubordinasi terhadap dollar18, dan mempermudah usaha penjajahannya.

SOLUSI ISLAM

Penerapan sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan dan kemuliaan, karena ajaran Islam diturunkan untuk rahmat bagi seluruh alam, dan dengannya pemerintah akan terhindar dari jebakan  moneter yang menjadikannya menghabiskan banyak energi untuk mencipta ’tambalan-tambalan’ yang ruwet, yang tidak memberikan pengaruh perbaikan sebenarnya. Oleh karenanya pemerintah harus mengarahkan fokusnya pada konsep perbaikan alternatif yang komprehensif dan qualified untuk mengatasi seluruh masalah ekonomi, itu semua tersedia pada konsep ekonomi Islam.
Dalam masalah  moneter, Islam telah mengkaitkannya dengan emas dan  perak, dengan menganggap keduanya sebagai emas dan perak, serta menganggapnya sebagai nilai (harga) harga barang dan nilai upah atas jasa19. Syaikh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan bahwa sistem uang emas mempunyai keuntungan dari mata uang manapun di dunia, yaitu sistem uang emas bersifat internasional. Selain itu beliau menjelaskan beberapa manfaat paling penting dari sistem uang emas, yaitu:20
1.Sistem uang emas akan mengakibatkan kebebasan pertukaran emas, mengimpor dan mengekspornya. Dalam kondisi semacam ini, aktivitas pertukaran mata uang tidak akan terjadi karena adanya tekanan luar negeri yang bisa mempengaruhi harga-harga dan gaji para pekerja
2.sistem uang emas juga berarti kurs pertukaran mata uang antar negara tetap. Kurs pertukaran mata uang yang tetap akan mendorong peningkatan perdagangan internasional.
3.dalam sistem uang emas, bank-bank pusat dan pemerintah tidak mungkin memperluas peredaran uang kertas, karena secara umum uang kertas bisa ditukarkan menjadi emas dengan harga tertentu.
4.setiap mata uang yang digunakan di dunia selalu dibatasi dengan standar tertentu yang berupa emas. Pada saat itu pengiriman barang dan kekayaan dari satu negara ke negara lain semakin mudah
5.setiap negara akan menjaga kekayaan emas. Dengan begitu, tidak akan terjadi pelarian emasdari satu negara ke negara lain.
Wallahu a’lam bi ash-showab.

THORIQ BIN ZIYAD, TINGGALKAN HANYA SATU PILIHAN, MAJU!!!

|

12.000 pasukan muslim berlepas dari Afrika Utara menuju sebuah benua yang menanti pembebasan Islam, Andalusia (Spanyol). Dialah Thoriq bin Ziyad, seorang panglima perang cerdas, pemberani, dan kualitas super dalam tauhid yang memimpin 12.000 pasukan mujahid. Seorang pemimpin yang membakar semua kapal yang telah mengantarkan mereka ke Andalusia. Seorang pemimpin yang visioner, yang berpandangan jauh kedepan, yang mengetahui dengan jelas dan pasti tujuan akhir dirinya dan seluruh pasukannya. Paham pula bagaimana mencapainya, dengan cara dan strategi semacam apa paling tepat untuk mencapai kemenangan. Sekaligus sebagai seorang motivator dan pemantik semangat yang begitu lihai dan bergelora.

Dialah pemimpin yang penuh dengan kepercayaan diri, yang tidak ada sedikitpun keraguan dalam hatinya akan kemenangan yang diperoleh, dan yakin pula akan hadirnya pertolongan Alloh kepada mereka. Inilah pancaran indah dan dahsyat dari keimanan yang mantap dan tangguh.

Dialah pemimpin yang hanya memberikan satu pilihan saja, maju, berperang dan menang. Tidak ada pilihan lain selainnya. Tidak ada sedikitpun celah untuk memilih pilihan mundur. Dengannyalah Islam terbit di Andalusia, dan menampakan dirinya sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Adakah “Thoriq bin Ziyad” kini?

ANTARA RELATIFITAS KEBAIKAN DAN KEABSOLUTAN KEBENARAN

|

ANTARA RELATIFITAS KEBAIKAN DAN KEABSOLUTAN KEBENARAN

Kebaikan adalah apa yang dianggap baik oleh manusia. Sesuatu yang menyenangkan dan yang mampu membuat kebahagian bagi manusia adalah kebaikan. Sedangkan sesuatu yang memberi dan menjadikan kesusahan dan kesengsaraan adalah hal yang buruk dan tidak menyenangkan, oleh karenanya termasuk keburukan. Sebagian besar manusia –jika tidak dikatakan seluruhnya- mempunyai pandangan yang serupa tentang hal ini. Sehingga kebaikan dan keburukan selalu begitu dekat dengan apa yang manusia rasakan, yaitu kesenangan atau kesengsaraan. Ya, kesenangan dan kesengsaraan.
Manusia, sebagai makhluk Tuhan, diberikan potensi dalam dirinya, termasuk fitrah manusia untuk cinta pada kebahagiaan dan benci terhadap kesusahan, menyukai keindahan dan kecantikan dan menjauhi kejelekan dan keburukan. Oleh karenanya manusia, semuanya, masing-masing mampu mengenali hal mana yang merupakan kebaikan, yaitu yang menyenangkan, dan hal mana yang merupakan keburukan, yaitu yang menyengsarakan.
Begitulah manusia diciptakan untuk bisa mengenali kebaikan dan keburukan, dan dalam hal ini semua manusia waras serupa. Hanya saja semua manusia mempunyai karakter yang berbeda, termasuk dalam ranah pemikiaran, yang dengannya manusia selalu cenderung mengambil sudut pandang dalam melihat fakta. Oleh karenanya meskipun manusia mampu mengidentifikan kebaikan dan keburukan, namun pada akhirnya manusia akan sering berbeda dalam pengklasifikasian fakta tertentu, apakah termasuk kebaikan ataukah keburukan. Hal ini tentu tiada lain karena masing-masing manusia mengambil sudut pandangnya masing-masing melalui sudut-sudut khas yang berbeda.
KEBAIKAN YANG RELATIF
Inilah fakta manusia dalam memandang kebaikan dan keburukan, yang pada akhirnya mengantarkan pada kesimpulan tentang baik dan buruk yang terbatas, yang oleh karenanya konsep kebaikan dan kebenaran yang demikian menjadi konsep akan nilai baik buruk yang relatif, tidak mutlak. Semua ini karena nilai baik dan buruk disandarakan pada kesenangan dan kesusahan yang bertolak dari pemikiran manusia, dimana masing-masing mempunyai latar belakang keluarga, pendidikan, masa kecil, lingkungan, dan pergaulan yang berbeda. Dalam hal ini, akhirnya kebaikan dan keburukan menjadi hal yang abu-abu, samar, dan tidak tegas.
Fenomena konsep baik buruk, pada tingkat penilaian akan ke-shahihan-nya menjadikan manusia menjadi permisif, bahkan begitu permisif pada hal tertentu. Sikap permisif ini tiada lain karena ketidakmampuan manusia untuk membuat konsesi bersama tentang nilai baik buruk pada masalah-masalah yang kontrofersial, dan ini begitu banyak, dan tentu saja jauh lebih banyak dari masalah-masalah dimana manusia mampu mengambil posisi sudut pandang yang sama dan menghasilkan kesimpulan yang sama, entah baik atau buruk.
KEBENARAN
Oleh karenanya, konsep baik buruk yang demikian bertempat agak jauh –atau mungkin sangat jauh- dari kebenaran. Hal ini tentu saja karena konsep kebenaran adalah konsep hitam putih yang mutlak, yang tidak mengizinkan pasukan abu-abu berdiam di dalamnya, dan dengannya hanya akan ada kejelasan dan ketegasan. 
Kebenaran adalah konsep yang hanya mengenal benar dan salah. Sedangkan kebaikan adalah esensi utama dari kebenaran, sedangkan keburukan adalah unsur yang tidak pernah akan ada dalam kebenaran. Sehingga kebenaran pasti adalah kebaikan, tetapi kebaikan –dalam pandangan manusia- belum tentu kebenaran. Begitu juga dengan keburukan –dalam pandangan maunusia- belum tentu merupakan keburukan secara hakikat.
Kebenaran adalah hal yang seyogyanya menjadi panutan dan pedoman dalam mengambil sudut pandang dalam berfikir dan bertindak, bukan lagi kebaikan dalam timbangan manusia yang relatif, yang abu-abu dan kompromistis. Karena di dalam kebenaran telah berdiam kebaikan secara hakikat. Sehingga, kebenaranlah yang harus dicarai dan didapatkan oleh seluaruh manusia, yang dengannya manusia akan mendapatkan kebaikan sejati yang putih, dan mendapati hal mana yang merupakan keburukan yang sejati yang hitam yang harus dihindari.
By the way, manakah kebenaran itu???!!

 

©2009 My Perspective | Template Blue by TNB