KERUWETAN MONETER DALAM REDENOMINASI DAN SOLUSI ISLAM ATAS SEMUA PERSOALAN MONETER SAAT INI

|

Redenominasi berasal dari kata denominasi yang diartikan sebagai penyebutan satuan harga untuk mata uang suatu negara, baik dalam satuan koin ataupun kertas, sehingga redenominasi diartikan sebagai penyebutan kembali atau penyederhanaan dari satuan harga maupun nilai mata uang yang ada1. Definisi lain menyebutkan bahwa redenominasi adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya2. Istilah ini dikenal dalam sistem ekonomi kapitalisme maupun sosialisme, yang mengakui konsep moneter dengan fiat money. Konsep redenominasi tidak dikenal dalam sistem ekonomi Islam.
Keberadaan redenominasi tidak terlepas dari jalan kehidupan kapitalisme yang mengharuskan pengemban dan pendukungnya berpikir keras dan kreatif, yang menjadikan ilmu-ilmu yang dihasilkannya begitu complicated bak menara gading yang sukar tersentuh. Dan semua itu adalah tentang penjaminan kelangsungannya. Kreatifitas kebijakan dalam kapitalisme bagaikan sehela napas yang cukup untuk sedikit memperpanjang kehidupan, yang tanpannya dia akan dengan segera berada di liang lahat dalam kondisi sehancur-hancurnya. Inilah hukum alam, kerja keras dan kreatifitas akan muncul dalam keterdesakan yang sangat, sebagaimana kapitalisme saat ini, begitu keras mencipta ’napas buatan’ dengan ragam yang banyak. Andai saja kapitalisme merupakan konsep yang sempurna, tentu usaha keras dan kreatifitas yang tidak cerdas ini tidak akan pernah ada, karena sistem dari dalam sudah mampu menjamin keselamatannya sendiri, tanpa bantuan dari ekonom-ekonomnya. Hanya saja hal semacam ini tidaklah terjadi pada jalan sejarah kapitalisme.
Sehingga merupakan hal yang sangat wajar dan sangat normal bagi kapitalisme untuk mempunyai begitu banyak jenis kebijakan moneter, bukan sebagai perwujudan kecerdasan dan kehebatan ekonom mereka, semua itu hanya menunjukkan jibaku mereka dalam menyelesaikan masalah moneter yang tak ada habisnya. Redenominasi, sanering, discount policy, open market policy, plafon credit policy, tight money policy, dan cash ratio policy adalah beberapa jenis kebijakan moneter dalam kapitalisme yang wajib adanya, tidak bisa tidak. Inilah kapitalisme, jika tidak demikian maka tentu bukan kapitalisme.

REDENOMINASI RUPIAH, SALAH SATU KREATIFITAS KAPITALISME

Sejarah telah mencatat bahwa beberapa negara telah melakukan redenominasi, sebagian besar darinya didasari atas kondisi sulit negara mereka, terutama masalah inflasi yang terlampau tinggi. Turki, karena ruwetnya moneter mereka  -saking dahsyarnya hingga terdapat pecahan mata uang senilai 20 juta lira3-, yang kemudian memaksa negara ini memotong enam digit pada mata uang liranya, sehingga 1 juta lira bernilai 1 lira baru4. Begitu juga dengan Rumania menjalankan kebijakan redenominasi untuk menyederhanakan mata uang lei (ROL) menjadi lei baru (RON), sehingga nilai 10.000 lei menjadi 1 lei baru5. Gubernur Bank Nasional Rumania, Mugur Isarescu melakukannya karena inflasi yang begitu tinggi. Jadi, alasan yang mendasari kedua negara ini –dan negara-negara lainnya yang pernah melakukan redenominasi- adalah karena tekanan yang dahsyat inflasi di negara mereka.
Dengan kondisi yang berbeda6 Indonesia mewacanakan kebijakan redenominasi. Alasan yang mendasarinya sesungguhnya lebih dekat pada tujuan penyederhanaan infrastruktur sistem pembayaran dan beberapa masalah teknis operasional lainnya, serta urusan  gengsi  dan mengangkat citra mata uang Rupiah, bukan karena alasan yang fundamental, yang berpengaruh terhadap perbaikan fundamental ekonomi negara.
Darwin Nasution selaku pemegang otoritas moneter tertinggi di Negeri dan sebagai inisiator redenominasi menjelaskan bahwa kebijakan tersebut didasarkan pada beberapa alasan. diantaranya adalah: Pertama, mengatasi inefisiensi akibat semakin tingginya waktu dan biaya transaksi karena nilainya semakin lama semakin besar; Kedua, soal inefisiensi infrastruktur sistem pembayaran yang tentunya membutuhkan biaya besar. Selama ini, beberapa digit angka yang panjang telah merepotkan. Argometer taksi misalnya, dalam pembayaran Rp120 ribu, tertera 120.000. Toko-toko kecil mesin hitung yang mereka miliki juga memiliki batasan digit; Ketiga, mata uang rupiah mempunyai kendala dalam pencatatan pembukuan. Sebab, digit yang semakin banyak memiliki risiko kesalahan lebih tinggi. Tentunya bila salah akan menyebabkan biaya yang lebih tinggi; Keempat, Indonesia akan memasuki komunitas ekonomi Asean pada 2015 7.
Terkait citra dan gengsi Rupiah, Anwar Nasution, mantan Gubernur Senior BI, menyatakan bahwa redenominasi ditujukan biar rupiah gagah8. Demikian juga dinyatakan oleh pengamat pasar keuangan, Farial Anwar, bahwa Bank Indonesia harus mengangkat citra dan gengsi mata uangnya di mata Internasional9. Sama halnya dengan ketua Perbanas, Sigit Pramono, beliau menyatakan bahwa beliau malu dengan rupiah ketika disejajarkan dengan mata uang asing lainnya10, dan masih banyak lontaran senada yang mendukung redenominasi dengan alasan gensi dan citra. Meskipun demikian, ada pula pihak yang menganggap skeptis gagasan ini. Komisi Keuangan dan Perbankan DPR tak setuju wacana ini dimasukan dalam pembahasan RUU mata uang yang saat ini sedang dibahas11. Hal senada diungkapkan oleh Kepala Ekonom Group Bank Mandiri, Mirza Adityaswara, menyatakan bahwa redenominasi tidak perlu dilakukan, sebab itu tidak berarti apa-apa, juga tidak ada gunanya12. Sedangkan masyarakat bawah yang tidak tahu menahu tentang hal-hal semacam ini cukup diam dan bingung dengan urusan hidupnya yang selalu menghimpit.
Semua tadi menunjukkan bahwa wacana dan pembahasan masalah redenominasi, termasuk juga pembahasan tentang bagaimana mengendalikan inflasi, deflasi, suku bunga perbankan, dan hal-hal semacamnya, bukanlah pembahasan pada pokok masalah. Semua kesibukan tadi adalah pembahasan dalam usaha mengatasi gejala-gejala kerusakan yang muncul, itu saja, tidak lebih. Pembahasan yang semacam ini harus dihindarkan, karena sama sekali tidak menyentuh sumber masalah, dan pembahasan yang layak adalah pembahasan fundamental yang menyentuh sumber masalah.

AKAR MASALAH SESUNGGUHNYA

Pokok masalah ini adalah adanya sistem moneter internasional yang kacau balau, yang telah melahirkan sistem kelas yang tidak disukai masyarakat, yaitu: kelas majikan dan kelas budak, kelas super kaya dan kelas miskin-melarat, yang didalamnya dipenuhi dengan segala bentuk kehinaan, kedzaliman, kesengsaraan, kerakusan, kebencian, permusuhan, dan eksploitasi, serta perbudakan manusia13.Dan ini terjadi lantaran dihapusnya standar moneter bretton woods oleh USA, yang dilakukannya untuk menghentikan pengkaitan dollar dengan emas untuk memposisikan dolllar sebagai setandar moneter internasional hingga menguasai pasar moneter internasional14. Mulai saat itulah sistem moneter fiat money berlaku, yaitu uang kertas dollar yang dicetak oleh bank sentral, yang tidak dijamin dan ditopang sama sekali oleh emas. Masyarakat dipaksa secara hukum untuk menjadikan uang dollar sebagai barang berharga, sesuai yang tertera pada uang kertas dollarnya15.
Sistem moneter yang demikian ini menjadikan goncangan ekonomi sekecil apapun yang terjadi di USA pasti akan menjadi pukulan telak bagi perekonomian negara-negara lain. Karena sebagian besar –jika tidak keseluruhannya- cadangan devisa mereka ditopang dengan dollar yang nilai intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan tulisan yang tertera di dalamnya16. Hal ini pula yang menyebabkan ketidakstabilan mata uang –yang secara langsung berpengaruh pada ketidakstabilan ekonomi- di Indonesia, yang karenanya muncullah berbagai kebijakan moneter dalam rangka menjaga stabilitas rupiah, termasuk masalah redenominasi.
Karena itu, selama emas tidak menjadi cadangan mata uang, krisis ekonomi seperti ini akan terus berulang. Sekecil apapun krisis yang menimpa dollar akan segera menjalar ke perekonomian negara lain17.
Masalah inilah yang layak untuk menjadi mainstream pembahasan para ekonom, untuk mengembalikan sistem moneter internasional berstandar emas. Namun tentu saja tidak bisa ditujukan untuk kembali kepada sistem moneter berstandar emas sebagaimana pernah terjadi di dunia ini yang didasarkan pada perjanjian Bretton Woods. Hal ini karena perjanjian tersebut sarat dengan kepentingan USA. Berdasarkan perjanjian ini, yaitu pasca PD II, USA memaksakan mata uang kertasnya dipaksakan seakan-akan emas murni, yaitu dengan menetapkan harga tertentu bagi mata uangnya yatiu US$ 35 per ons emas murni. Dengan ini USA memaksa negara-negara di dunia untuk menyimpan dollar di dalam devisanya bersama emas, sehingga kemudian terjadi keterikatan harga-harga secara langsung dengan dollar. Oleh karenanya, dollar menjadi mata uang kuat secara internasional dilihat dari sisi penunaian pembayaran dan pertukaran perdagangan, yang dengannya semua mata uang tersubordinasi terhadap dollar18, dan mempermudah usaha penjajahannya.

SOLUSI ISLAM

Penerapan sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan dan kemuliaan, karena ajaran Islam diturunkan untuk rahmat bagi seluruh alam, dan dengannya pemerintah akan terhindar dari jebakan  moneter yang menjadikannya menghabiskan banyak energi untuk mencipta ’tambalan-tambalan’ yang ruwet, yang tidak memberikan pengaruh perbaikan sebenarnya. Oleh karenanya pemerintah harus mengarahkan fokusnya pada konsep perbaikan alternatif yang komprehensif dan qualified untuk mengatasi seluruh masalah ekonomi, itu semua tersedia pada konsep ekonomi Islam.
Dalam masalah  moneter, Islam telah mengkaitkannya dengan emas dan  perak, dengan menganggap keduanya sebagai emas dan perak, serta menganggapnya sebagai nilai (harga) harga barang dan nilai upah atas jasa19. Syaikh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan bahwa sistem uang emas mempunyai keuntungan dari mata uang manapun di dunia, yaitu sistem uang emas bersifat internasional. Selain itu beliau menjelaskan beberapa manfaat paling penting dari sistem uang emas, yaitu:20
1.Sistem uang emas akan mengakibatkan kebebasan pertukaran emas, mengimpor dan mengekspornya. Dalam kondisi semacam ini, aktivitas pertukaran mata uang tidak akan terjadi karena adanya tekanan luar negeri yang bisa mempengaruhi harga-harga dan gaji para pekerja
2.sistem uang emas juga berarti kurs pertukaran mata uang antar negara tetap. Kurs pertukaran mata uang yang tetap akan mendorong peningkatan perdagangan internasional.
3.dalam sistem uang emas, bank-bank pusat dan pemerintah tidak mungkin memperluas peredaran uang kertas, karena secara umum uang kertas bisa ditukarkan menjadi emas dengan harga tertentu.
4.setiap mata uang yang digunakan di dunia selalu dibatasi dengan standar tertentu yang berupa emas. Pada saat itu pengiriman barang dan kekayaan dari satu negara ke negara lain semakin mudah
5.setiap negara akan menjaga kekayaan emas. Dengan begitu, tidak akan terjadi pelarian emasdari satu negara ke negara lain.
Wallahu a’lam bi ash-showab.

 

©2009 My Perspective | Template Blue by TNB